Kamis, 29 Mei 2025

NEGERI PARA PENGHIANATAN 4



Bab 4: Negeri Para Boneka

Indonesia seharusnya menjadi negeri yang merdeka—bukan hanya dari penjajah asing, tetapi juga dari bayang-bayang kekuasaan yang dikendalikan dari balik tirai. Namun kenyataannya, negeri ini seperti sebuah panggung wayang. Boneka-boneka cantik dihias, ditata, dan ditampilkan. Mereka bicara soal rakyat, soal cinta tanah air, soal moral dan pembangunan. Tapi benarkah suara itu berasal dari mereka?

Di belakang layar, para dalang sibuk menarik benang. Merekalah pengusaha rakus, pejabat tua yang tak mau turun tahta, dan elite politik yang menjadikan kekuasaan sebagai ladang bisnis keluarga. Mereka tak peduli siapa yang duduk di kursi presiden, asal keputusan tetap bisa mereka arahkan.

Demokrasi yang seharusnya mengangkat suara rakyat, telah berubah menjadi pertunjukan penuh ilusi. Yang berani jujur dianggap duri. Yang vokal disingkirkan secara halus. Yang kritis disiram dengan popularitas semu, jabatan sementara, atau ancaman senyap. Media dijinakkan, opini diatur, dan rakyat disibukkan dengan sensasi, agar lupa bahwa mereka sedang dimanfaatkan.

Banyak pemimpin yang sejatinya bukan pemimpin, hanya boneka berpakaian mewah. Mereka melambai-lambai kepada rakyat di layar kaca, seolah semua baik-baik saja. Padahal, di balik layar, mereka hanya menyetujui naskah yang sudah ditulis oleh para penguasa bayangan.

Di era modern, penjajahan tidak selalu datang dari bangsa asing. Kadang, pengkhianat justru berasal dari dalam negeri, dari orang-orang yang seharusnya melindungi, tetapi justru menjerat. Mereka menjual kebijakan, menjual sumber daya, bahkan menjual mimpi rakyatnya sendiri—demi perut dan kekuasaan yang tak pernah cukup.



“Dalam panggung negeri ini, yang bicara belum tentu yang berkuasa,
dan yang berkuasa belum tentu terlihat.”


“Tali di Tangan Tak Terlihat”

Di atas panggung mereka tersenyum,
memakai jas, membungkuk manis.
Tapi di balik punggungnya,
tali-tali itu ditarik oleh tangan yang licik.

Mereka bicara demi rakyat,
tapi bisikan yang mereka dengar bukan suara rakyat.
Mereka menjanjikan langit biru,
padahal tahu awan itu hanyalah asap dari pabrik keserakahan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NEGERI PARA PENGHIANAT 7

Bab 7: Harap yang Menyala, Bukan Sekadar Cahaya Negeri ini telah berkali-kali disakiti oleh penguasanya sendiri. Diperas oleh tangan-tang...