Bab 2: Wajah Tak Terlihat, Luka yang Nyata
Korupsi bukan sekadar mencuri uang rakyat. Ia lebih dari itu — ia adalah racun yang merusak akal sehat, melemahkan hukum, dan menghancurkan masa depan. Yang membuatnya sulit diberantas adalah karena ia jarang menampakkan wajah aslinya. Ia menyamar dalam senyuman pejabat, dalam tanda tangan basah di selembar kertas proyek fiktif, atau dalam amplop kecil di balik meja rapat.
Jaringan korupsi bukanlah satu atau dua orang. Ia sistematis. Terstruktur. Bahkan seringkali dilindungi oleh hukum yang dibuatnya sendiri. Di bawah terang lampu gedung-gedung megah, mereka berbicara tentang pembangunan, tapi di balik pintu tertutup mereka membagi-bagi jatah proyek.
Dan yang paling menyedihkan, rakyat kecil seringkali hanya bisa menjadi penonton. Mereka tidak tahu siapa yang harus dipercaya, karena suara-suara kejujuran sering dibungkam. Yang vokal dipermalukan. Yang melawan dihancurkan karakternya. Sistem ini membuat kejujuran terlihat konyol, dan kebohongan menjadi biasa.
Korupsi bukan hanya milik para pejabat. Ia menyusup ke sekolah, rumah sakit, lembaga agama, bahkan organisasi sosial. Semuanya bisa jadi ladang bagi mereka yang haus kuasa dan rakus harta. Ketika anak sekolah diajarkan untuk memberi “uang terima kasih” kepada guru atau kepala sekolah, itu adalah awal pendidikan korupsi. Ketika pasien yang sekarat tidak dilayani dengan baik tanpa “uang pelicin”, di situlah kita melihat betapa nyatanya luka bangsa ini.
Tak heran jika negara ini seolah berjalan di tempat. Setiap rupiah yang seharusnya membangun jembatan, sekolah, dan puskesmas, justru lenyap masuk ke kantong yang tak pernah merasa cukup.
Dan anehnya, mereka tidak pernah merasa bersalah. Mereka tetap bisa tersenyum di televisi, berkampanye tentang moral, dan berbicara soal nasionalisme — sementara mereka sendiri adalah pengkhianat sejati yang membakar negeri ini pelan-pelan dari dalam.
“Bayangan yang Bernyawa”
Mereka tak berkuku, tapi mencakar
Tak bertaring, tapi menggigit sadar
Mereka berbicara soal rakyat
Tapi lupa siapa yang disayatDi antara tawa pesta dan meja kayu
Negeri ini mengering, jatuh satu-satu
Tapi mereka terus menari
Di atas luka bumi sendiri
Lanjut Part 3👉🏻👉🏻
Tidak ada komentar:
Posting Komentar